1. PENDAHULUAN
Mengenali wajah seseorang merupakan suatu hal yang mudah dilakukan oleh manusia. Seseorang akan dengan mudah mengenali wajah orang yang dikenali sebelumnya walaupun ekspresi wajah orang tersebut berbeda dari ekspresi wajah ketika dia bertemu bahkan dalam kondisi terang atau gelap. Namun tidak demikian bagi sebuah mesin atau komputer yang belum dilengkapi sistem cerdas.
Dalam era perkembangan sains dan teknologi, para ahli mencoba untuk menggantikan sistem kerja otak manusia atau lebih dikenal dengan jaringan syaraf tiruan ke dalam sistem komputer. Dengan cara ini diharapkan pada suatu saat nanti akan dapat tercipta suatu komputer yang dapat menimbang dan mengambil komputer sendiri sebagaimana layaknya manusia. Salah satu metode klasifikasi jaringan syaraf tiruan yang sering digunakan untuk klasifikasi adalah Learning Vector Quantization (LVQ).
Salah satu contoh sistem pengenalan pola (pattern recognition) adalah sistem pengenalan biometrika. Penggunaan teknologi biometrika untuk mengenali seseorang pada dasarnya telah digunakan sejak ribuan tahun yang lalu. Wajah seseorang telah digunakan untuk pengenalan selain suara, sidik jari maupun cara jalan. Bahkan saat ini berbagai karakteristik biometrika lain secara aktif masih dikembangkan oleh para peneliti seperti DNA, tanda tangan, telapak tangan, retina mata, dll.
2. ISI
Pengenalan wajah telah dilakukan dengan suatu pendekatan sederhana program sederhana. Pada sistem pengenalan wajah yang telah dibuat menggunakan dua fungsi jarak yaitu Manhattan (L1) dan Euclidean (L2) serta jaringan syaraf tiruan sebagai pengklasifikasian (Fadlil, 2007, Fadlil, 2006, Wilson and Tony, 1997). Secara umum diagram blok sistem pengenalan wajah sebagaimana digambarkan sebagai berikut (Zheo et al, 2005):
Gambar 1. Diagram Blok Sistem Pengenalan Wajah
Masalah umum pada sistem pengenalan wajah adalah
dimulai dari pemberian masukan berupa citra / gambar selanjutnya dilakukan
identifikasi atau verifikasi satu atau beberapa orang dari gambar-gambar yang
tersimpan pada database. Penyelesaian masalah ini dapat dilakukan dengan
proses-proses yang meliputi segmentasi wajah atau deteksi wajah dari gambar,
ekstraksi ciri dari wajah yang telah diketahui lokasinya dan pengenalan. Tujuan
deteksi wajah adalah untuk menentukan ada atau tidaknya wajah dalam gambar
(Yang, et al, 2002).
Seperti halnya pada sistem pengenalan biometrik
yang lain, pengenalan wajah juga terdiri dari dua mode operasi yaitu
identifikasi dan verifikasi (Jain et al, 2004). Pada mode identifikasi atau
dikenal dengan mode satu-ke-banyak (one
to many), gambar wajah seseorang yang belum diketahui dibanding dengan template wajah banyak orang yang
tersimpan dalam database. Sedangkan pada mode verifikasi atau dikenal dengan
mode satu-ke-satu (one to one),
sistem membuat validasi identitas seseorang dengan cara membandingkan gambar
wajah dengan template wajah
kepunyaannya yang telah tersimpan dalam database.
Analisis untuk kerja sistem untuk mode
identifikasi diperoleh melalui proses pengujian menggunakan data pengujian (testing set) sehingga diperoleh akurasi
pengenalan. Pada mode verifikasi unjuk kerja sistem dikenal dua istilah yaitu
FRR (False Rejection Rate) dan FAR (False Acceptance Rate). FRR adalah nilai
kemungkinan sistem gagal atau menolak pengguna yang sebenarnya, sedangkan FAR
adalah nilai kemungkinan sistem gagal atau menerima pemalsu (Jain, 2004,
Prabhakar, et al, 2003). Secara garis besarnya sistem verifikasi wajah
yang dirancang terdiri dari 2 fase, yaitu pelatihan dan pengujian. Diagram blok
sistem verifikasi wajah pada fase pelatihan sebagaimana ditunjukkan pada gambar
dibawah ini:
Gambar 2. Blok Diagram Sistem Verifikasi Wajah
Fase Pelatihan
Sedangkan diagram blok sistem verifikasi wajah
pada fase pengujian sebagaimana ditunjukkan pada gambar dibawah ini:
Gambar 3. Blok Diagram Sistem Verifikasi Wajah
Fase Pengujian
Input Wajah (Database) dan
Pemroses Awal
Data citra wajah yang digunakan saat pelatihan
adalah berupa citra wajah dari lima orang yang
masing-masing terdiri dari 10 citra pelatihan dan 10 citra pengujian. Pada
pemroses awal dilakukan konversi dari citra true
color ke dalam bentuk keabuan (grayscale).
Segmentasi daerah wajah
Citra yang diambil melalui webcam merupakan
citra utuh dengan resolusi tertentu (160 x 120 pixel). Dalam citra utuh masih
terdapat objek background dan objek wajah. Sebelum masuk pada tahap pengambilan
ciri wajah sebagai input ke jaringan maka perlu dilakukan pemisahan objek wajah
dari objek background. Untuk memisahkan objek wajah dari background digunakan
metode analisis proyeksi citra. Dari proyeksi citra abu-abu yang diperoleh,
selanjutnya dilakukan proses cropping wajah. Proses ini dilakukan untuk menentukan
bagian mana dari citra yang termasuk wajah dan bagian mana yang termasuk
background. Bagian yang termasuk wajah akan diwakili oleh Windows Capture dan bagian background akan diwakili oleh diluar Windows Capture. Penentuan windows
capture dapat dilakukan dengan memanfaatkan bentuk segiempat panjang dengan
menunggu masukkan dengan menggunakan masukkan dengan menggunakan mouse sebagai
perintah pengambilan gambarnya.
Ekstraksi wajah
Ekstraksi ciri adalah proses pemilihan ciri
citra wajah yang digunakan sebagai input ke dalam JST. Ekstraksi ciri merupakan
satu tahap yang dilakukan sebelum melakukan klasifikasi. Proses ini berkaitan
dengan kuantisasi karakteristik citra ke dalam sekelompok nilai ciri yang
sesuai. Ciri citra wajah diekstraksi dalam bentuk vektor ciri. Berikut adalah
tahapan ekstraksi ciri sebagai berikut:
a. Hadirkan citra wajah yang akan dilatihkan ke
jaringan I1, I2, ... , In.
b. Normalisasi citra wajah dari segi format,
ukuran, dan dimensi citra. Hal ini dilakukan karena citra hasil segmentasi tidak
memiliki segmentasi tidak memiliki dimensi yang identik antara yang satu dengan
yang lainnya. Pengekstraksian ciri citra dengan dimensi yang berbeda-beda
menyebabkan kerancuan dalam pengambilan ciri.
c. Representasikan citra wajah Ii ke dalam bentuk
vektor Ti.
d. Hitung rerata seluruh vektor citra wajah
pelatihan.
Rerata pola citra didefinisikan dengan
persamaan:
Dimana M adalah jumlah
elemen vektor dan N adalah jumlah sampel citra.
e. Untuk mendapatkan vektor ciri, kurangkan nilai
vektor citra wajah dengan nilai rerata seluruh sampel citra wajah sehingga akan
mendapatkan pola hasil ekstraksi ciri yang akan digunakan sebagai input pada
pengklasifikasi jaringan syaraf tiruan.
Pengklasifikasi
Pengenalan adalah kemampuan untuk
mengklasifikasi pola-pola input. Sedangkan klasifikasi adalah proses penetapan
pola input ke dalam klas berdasarkan pada ciri dengan menggunakan teknik
klasifikasi jaringan syaraf tiruan LVQ. Dalam sebuah pola sangat memungkinkan
adanya klas dan ciri yang lebih dari satu. Banyak klas dalam suatu pola
tergantung pada jumlah objek-objek di dalam citra yang akan diklaskan.
Pengujian
Keseluruhan database citra yang akan digunakan
untuk pengembangan dan pengujian unjuk kerja sistem verifikasi wajah
ditunjukkan pada tabel 1. Citra yang digunakan pada proses fase pelatihan tidak
akan digunakan dalam proses fase pengujian.
Tabel 1. Database
citra yang digunakan
Data yang digunakan saat pengujian terbagi
menjadi dua, yaitu data milik orang yang sebenarnya dan data milik para
“pemalsu”. Jumlah citra yang digunakan pada tahap ini untuk masing-masing orang
berjumlah 10 citra.
Penggunaan variasi parameter-parameter diatas
akan menghasilkan nilai FAR dan FRR yang dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat unjuk kerja optimal/terbaik dari sistem yang dirancang. FRR merupakan
kemungkinan sistem gagal melakukan verifikasi dan menolak pengguna sebenarnya,
sedangkan FAR adalah kemungkinan perancangan sistem menerima “pemalsu”. Hasil
pengujian sistem verifikasi sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2 dan tabel 3.
Tabel 2. Hasil pengujian FRR dengan variasi laju
pembelajaran
Tabel 3. Hasil pengujian FAR dengan variasi laju
pembelajaran
Berdasarkan dari hasil eksperimen sebagaimana ditunjukan
pada tabel 2 dan 3 diatas, dengan memvariasi laju pembelajaran didapatkan hasil
pengujian unjuk kerja sistem didapat nilai FRR rata-rata 0% dan FAR rata-rata
1,55% pada nilai laju pembelajaran 0,1.
Hasil yang telah diperoleh ini menunjukan bahwa
sistem mempunyai unjuk kerja yang baik dan dapat dikembangkan untuk aplikasi
real. Namun upaya untuk lebih meningkatkan unjuk kerja sistem masih perlu
dilakukan misalnya dengan melakukan proses yang mencoba menggunakan
teknik-teknik lain pada tahap pemroses awal, ekstraksi ciri maupun
pengklasifikasi.
3. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa sistem verifikasi wajah menggunakan metode ekstraksi SPCA (Simple Principle Component Analysis) dan
teknik klasifikasi jaringan syaraf tiruan Learning
Vector Quantization yang telah dibuat dapat bekerja dengan baik. Hasil
eksperimen dari pengujian sistem didapatkan hasil pengujian unjuk kerja sistem
didapat nilai FRR rata-rata 0% dan FAR rata-rata 1,55% pada nilai laju
pembelajaran 0,1.
Pada penelitian selanjutnya dapat dikembangkan
suatu sistem verifikasi wajah dengan cara menemukan metode ekstraksi ciri yang
mampu menajamkan perbedaan untuk citra wajah yang berbeda dan adanya kemiripan
untuk citra wajah orang yang sama. Selain itu dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik-teknik klasifikasi pola yang lebih sesuai.
1 comments:
kita juga punya nih artikel mengenai 'Jaringan Syaraf Tiruan', silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya
http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/2963/1/Artikel_50403683.pdf
trimakasih
semoga bermanfaat
Post a Comment